Senat Amerika Serikat loloskan RUU Larangan TikTok, dan menyiapkan pertarungan hukum antara aplikasi dan Amandemen Pertama.
Legislasi memaksa ByteDance dari Cina untuk mendivestasikan TikTok terkait dengan paket bantuan asing.
RUU larangan TikTok ditandatangani secara nasional kecuali jika perusahaan induk China, ByteDance, menjual sahamnya di aplikasi populer tersebut.
RUU tersebut kini telah diserahkan kepada Presiden Biden, seorang pendukung langkah divestasi atau pelarangan TikTok.
Anggota parlemen AS telah menyatakan keprihatinan mendalam tentang kepemilikan TikTok oleh Cina.
Dan menunjukkan bahwa rezim komunis Cina dapat menggunakan aplikasi ini untuk memata-matai orang Amerika.
Atau disebutkan juga aplikasi ini dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda pro-Cina.
Persetujuan Senat atas RUU larangan TikTok terkait dengan paket bantuan luar negeri senilai 95 miliar dola untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan.
Senat, dengan suara 79-18, menyetujui paket legislasi tersebut setelah DPR meloloskan resolusi hari Sabtu.
Lalu mengirimkannya dengan cepat ke Senat untuk mendapatkan persetujuan melalui pemungutan suara.
TikTok akan mengajukan gugatan hukum setelah RUU tersebut ditandatangani menjadi undang-undang.
Itu disebutkan oleh Michael Beckerman, kepala kebijakan publik TikTok untuk Amerika yang menulis dalam sebuah memo kepada staf perusahaan pada akhir pekan lalu.
Legislasi tersebut merupakan “pelanggaran yang jelas” terhadap Amandemen Pertama, eksekutif tersebut menulis: “Ini adalah awal, bukan akhir dari proses yang panjang ini.”
Beckerman juga mengkritik langkah divestasi atau pelarangan TikTok sebagai “kesepakatan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dilakukan antara Ketua DPR [Mike Johnson] dan Presiden Biden.”
Menjelang pemungutan suara, Senator Mark Warner (D-Va.), ketua Komite Intelijen Senat, menyampaikan komentar di lantai Senat.
Pada Selasa sore ia menyebut tentang ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh kepemilikan TikTok oleh ByteDance.
Pengesahan RUU tersebut “sangat membantu dalam melindungi sistem demokrasi AS dari pengaruh asing yang terselubung,” ujarnya.
Warner mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Tiongkok seperti ByteDance “tidak memiliki kewajiban kepada pelanggan mereka, atau pemegang saham mereka, tetapi mereka memiliki kewajiban kepada pemerintah RRT (Republik Rakyat Tiongkok).”
TikTok mengatakan bahwa RUU tersebut, jika disahkan, akan melanggar hak-hak kebebasan berbicara dari 170 juta penggunanya di AS.
Hal itu juga dapat “menghancurkan” sekitar 7 juta bisnis di Amerika yang ada di platform tersebut.
TikTok mengklaim bahwa TikTok menyumbang 24 miliar dolar untuk ekonomi AS setiap tahunnya.
Legislasi divestasi atau pelarangan TikTok telah ditentang oleh ACLU dan kelompok-kelompok advokasi lainnya.
“Ini masih tidak lebih dari larangan inkonstitusional yang terselubung,” kata Jenna Leventoff, penasihat kebijakan senior di ACLU.
Itu disebutkan oleh Leventoff dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa sebelum pemungutan suara di Senat.
“Melarang platform media sosial yang digunakan ratusan juta orang Amerika untuk mengekspresikan diri mereka akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi semua hak-hak Amandemen Pertama kita, dan hampir pasti akan dibatalkan di pengadilan.”
Karena hubungannya dengan Tiongkok, TikTok telah menjadi bola politik di Amerika Serikat selama bertahun-tahun.
Termasuk juga menjadi alat politik di negara-negara lain (termasuk India, yang telah dilarang sejak Juni 2020).
TikTok telah menang dalam menentang undang-undang lain di AS yang berusaha melarang aplikasi ini.
Desember lalu, seorang hakim federal memblokir larangan TikTok di seluruh negara bagian Montana yang merupakan pertama kalinya.
Putusan undang-undang tersebut dikatakan bahwa kemungkinan besar melanggar Amandemen Pertama.
Upaya pemerintahan Trump untuk memaksa ByteDance menjual TikTok atau menghadapi pelarangan juga dianggap tidak konstitusional oleh pengadilan federal atas dasar Amandemen Pertama.
Di bawah RUU “Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan oleh Musuh Asing”, toko aplikasi Apple dan Google serta layanan hosting web di AS akan dilarang menjadi tuan rumah bagi “aplikasi yang dikendalikan oleh musuh asing.”
Secara khusus, undang-undang ini akan melarang distribusi TikTok kecuali ByteDance melepas kepemilikannya di aplikasi tersebut.
Ini harus dilakukan dalam waktu sembilan bulan setelah disahkan, dengan perpanjangan waktu 90 hari tambahan.
Para pendukung RUU Larangan TikTok berpendapat bahwa RUU ini tidak membatasi kebebasan berbicara.
Dikatakan bahwa RUU ini hanya mengharuskan aplikasi dimiliki oleh perusahaan yang tidak tunduk pada kontrol pemerintah asing yang bermusuhan.
Sebagai preseden, para pendukung RUU ini merujuk pada penjualan aplikasi kencan Grindr pada tahun 2020.
Aplikasi itu dimiliki oleh perusahaan game asal Cina, Beijing, Kunlun Tech Co.
Dan dijual kepada sekelompok investor yang berbasis di Amerika Serikat, sebuah transaksi yang dipaksakan oleh pemerintah Amerika Serika.
Transaksi itu terjadi karena kekhawatiran akan privasi para pengguna aplikasi tersebut, seperti dikutip dari The Verge.
Sesuai dengan teks RUU tersebut, tantangan hukum terhadap “Melindungi Orang Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan oleh Musuh Asing” hanya dapat diajukan di Pengadilan Banding AS untuk Sirkuit Distrik Columbia.
Jika TikTok tidak berhasil membatalkan undang-undang divestasi atau pelarangan, kecil kemungkinan ByteDance akan menjual saham kepemilikannya.
Dan nantinya aplikasi ini pun akan secara efektif menjadi terlarang di Amerika Serikat.
Para pejabat Cina mengatakan bahwa pemerintah akan “dengan tegas menentang” penjualan paksa TikTok.